A story by Laeli Ifani
Andaikan
saja aku terlahir didunia ini dalam keadaan sempurna seperti teman-teman
sabayaku meskipun di dunia ini takkan ada yang sempurna. Yang mempunyai
segalanya. Memiliki orang tua yang begitu sayang kepada anak-anaknya. Tidak
seperti aku yang terlahir tanpa sosok seorang ayah, dan ibuku begitu membenci
aku karena aku ini dikatakan anak haram, anak dari hasil perkosaan lelaki yang
tak bertanggung jawab yakni ayahku. Sampai detik ini aku belum tahu siapa sosok
ayahku yang sangat dibenci ibuku.
Sebut
saja aku Anisa. Aku gadis pincang. Aku mempunyai dua saudara tiri yang sangat
sayang kepadaku, melebihi ibuku sendiri. Sebut saja mereka Kak Intan dan Kak
Rendy. Kak Intan merupakan sosok yang sangat cantik, penyayang, disiplin, dan
sangat perhatian kepadaku, aku anggap dia kakak kandungku sendiri. Sedangkan
kak Rendy merupakan sosok lelaki yang menjadi pujaan setiap wanita, tak kalah
care dengan kak Intan, selalu menghibur aku di kala aku sedih dan senang. Dua
orang itu membuat aku bisa bertahan hidup sampai sekarang. Aku juga tinggal
bersama kakekku yang sangat cinta terhadap cucu-cucunya.
Dibalik
anggota keluargaku itu hanya ibu kandungku sendiri yang sangat membenciku. Aku
tahu alasan mengapa dia perlakukan aku seperti ini dan aku mengerti hal itu.
Sejak melahirkan kedua kakak tiriku merupakan momen bahagia Ibuku dan suaminya
berubah menjadi kesedihan yang mendalam. Pada suatu malam Ibuku dan suaminya
dihadang oleh gerombolan perampok. Suaminya berusaha menyelamatkan Ibuku yang
diculik perampok itu dan nyawa suami ibuku melayang ditempat. Suara peluru yang
menembak dada seseorang yang ibuku sangat cintai.
Beberapa
bulan setelah suaminya meninggal dunia, Ibuku baru menyadari bahwa ia sedang
mengandungku hasil dari perbuatan lelaki yang tak bertanggung jawab. Betapa
teririsnya hati seorang wanita yang mengalami hal seperti itu. Mengandung tanpa
seorang lelaki yang mau bertanggung jawab atas perbuatannya. Hatinya lebur tak
bisa diobati dengan apapun. Ibuku sudah berniat menggugurkanku, saat aku masih
dalam rahimnya. Namun, kakekku melarangnya karena seorang bayi tidak mempunyai
dosa apa-apa dan aku merupakan darah daging ibuku sendiri.
Penantiankupun
berakhir, aku terlahir dari seorang Ibu yang cantik jelita. Aku bersyukur Tuhan
memberikanku sosok Ibu yang sayang kepadaku meskipun rasa kasih sayangnya hanya
sesaat. Seiring berjalannya waktu akupun tumbuh dan berkembang. Namun, aku
terlahir di dunia dalam keadaan pincang. Ibuku semakin hari semakin keras
memperlakukanku. Dia menyesal mengurungkan niat untuk melakukan aborsi selama
aku masih dalam kandungan. Disetiap dia melihatku dia merasa sakit hati, dia
benci, karena dia teringat dengan kejadian yang merenggut nyawa suaminya dan
itu dilakukan oleh perampok yakni ayahku sendiri. Salah satu cara melampiaskan
semua itu adalah dengan memukulku, memarahiku, mencaci maki. Tapi aku ikhlas
menerima semua ini, karena aku ingin Ibu gak sakit hati lagi yaitu dengan
melampiaskan semuanya kepadaku. Aku ingin Ibu bahagia, mungkin salah satu cara
aku bisa berbakti kepadamu dengan menyerahkan semua jiwa ragaku untuk kau caci
maki bu, aku ingin bilang kata “Ibu” tapi apa daya engkau tidak mengizinkan aku
memanggil engkau “Ibu”.
Sekarang
umurku menginjak 15 tahun, kak Intan sekarang duduk dibangku kelas tiga SMA
sedangkan kak Rendy duduk dibangku kelas 2 SMA. Mereka memang satu sekolah dan
aku di SMP samping sekolah kakak tercintaku. Kami setiap hari berangkat ke
sekolah samaan ditemani Pak Udin yang setia menemani hari-hari kami kemanapun
kami pergi. Di sekolah aku sudah terbiasa mendengar ejekan teman-temanku bahwa
aku gadis pincang yang gak pantas sekolah disana. Tapi aku gak pedulia omongan
mereka. Hanya satu prinsip yang aku pegang “kita kann sama-sama makan nasi,
sama-sama mau cari ilmu, yaa kita semua sama!!!” dan aku bersyukur masih punya
sahabat yang setia menemaniku sejak TK sebut saja Nayla, Ita dan Imron. Kalau
aku ada masalah mereka selalu ada buat aku, mendengar curhatku tentang
keluarga, sharing dan masih banyak lagi hal-hal kita lakukan bersama.
Suasana
sekolah dan rumah sangat berbeda. Di sekolah bagaikan syurga ditemani dengan
sahabat-sahabatku tercinta sedangkan di rumahku bagaikan neraka yang selalu
disiksa oleh Ibu, tapi aku tetap tersenyum dibalik semua ini karena Ibuku
merasa puas, menghilangkan rasa sakit hati yang berlarut-larut ia pendam.
Setiap jam, setiap menit, setiap detik aku menjadi cacian Ibuku. Ia mengatakan
aku anak haramlah, gak tau dirilah bahkan berkali-kali aku di usir dari rumah
tapi kakek dan kedua kakakku melarangku untuk pergi. Aku tahu Ibuku sebenarnya
sangat sayang kepadaku, aku akan tetap dirumah ini karena ingin disamping Ibu
dan aku yakin ini semua akan indah pada waktunya, saat Ibu mengakui aku sebagai
anaknya. Itu merupakan mimpi yang dari dulu sangat kuimpikan.
Dua
tahun kemudian akupun lulus SMP dan aku berkeinginan untuk melanjutkan SMA
dimana tempat kakak-kakakku pernah sekolah disana. Ibuku berkeberatan harus
membiayai aku untuk lanjut sekolah namun kakekpun menolaknya, bahkan kakekku
sanggup untuk mengambil alih semua biaya sekolahku. Ibukupun senang mendengar
itu dan saat itu juga aku mendengar percakapan Ibu dan kakek..
“Pak,
aku ingin melanjutkan kuliah Intan dan Rendy ke Australia” pinta Ibuku ke
kakek.
“Trus
bagaimana dengan Anisa apakah kamu tega meninggalkannya???” jawab kakek dengan
nada menolak permintaan Ibu.
“Biarin
sajalah dia disini, lumayan bisa jadi pembantu rumah tangga kann???’ jawab Ibu
Kakekkupun
terdiam tidak tahu harus menjawab perkataan Ibuku.
Akupun
langsung masuk kamar meratapi mengapa nasibku seperti ini, Ibu kandungku
sendiri kejam kepadaku. Aku iri dengan teman-temanku yang mempunyai orang tua
yang selalu sayang sama mereka. Apalagi dimasa-masa seperti diusiaku sekarang
ini sangat membutuhkan belaian kasih kedua orang tua.
Pernah
aku bertanya ke kakekku, “Mengapa Tuhan menciptakan aku di dunia dengan serba
kekurangan??? Aku terlahir cacat dan Ibuku sendiri tidak sudi mengakui aku
sebagai anaknya. Mana keadilan Tuhan itu???”.
Kakekku
hanya bisa menangis dan berkata” di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna
cu, kita harus bersyukur telah dikasih kesempatan hidup di dunia fana ini.
Tuhan menciptakan manusia tidak ada yang sempurna, masing-masing mereka
mempunyai kelebihan dan kekurangan serta kehidupan itu sudah diatur oleh Tuhan.
Masih banyak orang diluar sana tidak mempunyai keluarga satupun, mereka miskin
dan serba kekurangan apapun. Beda dengan Anisa masih mempunya kakek,
kakak-kakak yang sayang sama Anisa dan Ibu yang Anisa sangat cintai meskipun
sikap Ibumu kejam. Tapi yakinlah cu, semua akan indah pada waktunya, asal kita
jalani kehidupan ini dengan penuh kesabaran. Suatu saat nanti Ibumu akan sadar
betapa dia mencintai Anisa”
“Oke
dah kek, aku berusaha menjadi wanita yang tegar dan aku ikhlasin Ibuku pergi ke
Australia siapa tahu dia akan berubah.” Jawabku dengan senyuman manis.
Kakekkupun
tersenyum melihat aku setegar ini kemudian senyuman itu berubah menjadi raut
wajah yang kebingungan bagaimana bisa aku mengetahui ibuku akan pergi.
Bersambung . . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar